Mungkin semua penduduk dan juga warga negara Indonesia (hayo apa bedanya penduduk dan warga negara hehehe) tahu kalau Indonesia memiliki 3 zona waktu, yaitu:
- WIB –> Waktu Indonesia bagian barat (GMT+7 jam) mencakup wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
- WITA –> Waktu Indonesia bagian tengah (GMT+8 jam) meliputi wilayah Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
- WIT –> Waktu Indonesia bagian timur (GMT+9 jam) meliputi wilayah Maluku dan Papua.
- (Sumber informasi Wiki).
Yang jadi pertanyaan adalah kenapa Indonesia bisa memiliki 3 zona waktu?
Secara geografis, posisi Indonesia pada bola bumi ini terletak pada koordinat 6°LU – 11°LS dan dari 97° BT – 141°BT (data dari sini).
Dari letak bumi secara “melintang” utara-selatan kita bisa mengetahui
bahwa wilayah Indonesia terletak pada dua belahan dunia, yaitu di bagian
utara khatulistiwa dan di sebelah utara khatulistiwa.
Sedangkan secara
“membujur”, letak seluruh wilayah Indonesia terletak di sebelah timur
Greenwich (sebagai garis bujur 0°). Bentuk wilayah Indonesia lebih
mengarah pada “membujur” barat-timur daripada “melintang” utara-selata.
Hal tersebut dapat kita lihat dari panjang wilayah Indonesia secara
“melintang” utara-selatan yang hanya “sepanjang” 16° (yaitu 6° ke arah
utara dan 11° ke arah utara). Sedangkan panjang wilayah Indonesia secara
“membujur” barat-timur mencapai 44° (141°-97°).
Secara sederhana garis lintang menunjukkan seberapa jauh jarak
utara-selatan suatu lokasi dari garis khatulistiwa, sedangkan garis
bujur menunjukkan seberapa jauh jarak barat-timur suatu lokasi dari
Greenwich.
Penentuan zona waktu menggunakan acuan waktu di Greenwich atau biasa
disebut GMT (Greenwich Mean Time). Hal ini disebabkan karena Greenwich
merupakan posisi di mana garis bujurnya 0°.
Untuk wilayah-wilayah
tertentu maka waktunya tergantung pada seberapa jauh jarak wilayah tsb
dari Greenwich secara horisontal atau “membujur” barat-timur.
Kenapa bisa begitu? Tanya kenapa?
[seperti biasa gambar dibuat dengan menggunakan jasa program Cabri Geometry II Plus] |
Keterangan:
P dan Q = kutub utara dan selatan celestial sphere (bola angkasa)
p dan q = kutub utara dan selatan bumi
C = titik pusat bumi dan celestial sphere (bola angkasa)
M = Matahari
VE = vernal equinox
g = posisi Greenwich pada permukaan bumi
0 = posisi pengamat pada permukaan bumi
G = posisi semu Greenwich pada celestial sphere (bola angkasa), diperoleh dari perpanjangan garis Cg
O = posisi semu pengamat pada celestial sphere (bola angkasa), diperoleh dari perpanjangan garis
Co Busur (kalau menjelaskan sudutnya tidak memakai kata “garis busur”) pada posisi pengamat di o adalah sudut OPG.
Maaf, demi menghindari keruwetan penjelasan maka tulisan ini
agak saya singkat dan saya (tidak menggunakan beberapa istilah seperti Local Sidereal Time (LST) dan Local apparent solar time
(tentu saja teman-teman yang bergelut di bidang astronomi sangat
memahami kedua istilah tsb).
Semoga tidak dipakainya kedua istilah tsb
bisa sedikit memudahkan pemahaman tanpa menghilangkan makna sesunggunya.
Secara sederhananya, penentuan waktu di suatu tempat pengamat dipengaruhi (saya tidak memakai kata “didasarkan” karena penentuan waktu lebih didasarkan pada Local apparent solar time) pada besarnya Hour Angle antara lokasi pengamat dengan posisi matahari di langit.
Hour Angle
adalah sudut yang dibentuk antara suatu benda langit (misal matahari)
dan zenith (posisi atas kepala) seorang pengamat, dimana kutub utara
celestial sphere menjadi titik sudutnya. Untuk lebih mudahnya saya
berikan contoh berdasarkan gambar di atas:
- Hour angle dari matahari terhadap Greenwich adalah sudut GPM
- Hour angle dari matahari terhadap pengamat di o adalah sudut OPM.
Pada gambar di atas dapat kita ketahui bahwa besar sudut OPM = GPM+OPM, dimana OPM merupakan busur dari pengamat di o dan GPM sendiri menunjukkan GMT.
Oleh karena itulah penentuan zona waktu dilakukan berdasarkan posisi garis bujur suatu wilayah (bukan garis lintang). Sedangkan garis lintang suatu lokasi lebih mengarah pada penentuan lamanya durasi siang (matahari bersinar) pada lokasi tsb (tulisan tentang ini mungkin lain waktu ya).
Selama satu hari (24 jam, sebenarnya lebih tepatnya 23 jam 56 menit)
bumi berputar pada porosnya sehingga posisi matahari pada celestial
sphere akan membentuk tepat satu lingkaran (yang disebut diurnal circle
atau lingkaran harian).
Mengingat 1 lingkaran adalah 360° dan satu
lingkaran tsb ditempuh dalam waktu 24 jam (pendekatan dari 23 jam 56
menit) maka 1 jam pada satuan waktu diwakili 15° pada ukuran derajat.
Dan setiap panjang garis bujur 15° ditetapkan sebagai satu zona waktu
tersendiri, yaitu GMT+waktu tsb.
Oleh karena itulah Indonesia terbagi menjadi 3 zona waktu karena
panjang wilayah Indonesia secara “membujur” barat-timur adalah 44°,
sehingga 44° : 15° = 2,93 (dibulatkan menjadi 3).
Sehingga “panjang”
zona waktu Indonesia secara keseluruhan adalah 3 jam yang pada akhirnya
menyebabkan zona waktu Indonesia dibagi menjadi 3 zona.
Lalu kenapa WIB memiliki zona waktu GMT+7? Hal tsb disebabkan karena
ujung barat wilayah Indonesia terletak pada posisi 97° BT, yang berarti
ujung barat wilayah Indonesia terletak sejauh 97° dari Greenwich.
Mengingat bahwa setiap 15° ditetapkan sebagai satu zona waktu maka 97° :
15°=6,47 menjadikan WIB = GMT+7. Kenapa bukan GMT+6 mengingat 6,47 jika
dibulatkan seharusnya menjadi 6? Tetapi karena 97° BT hanyalah ujung
timur wilayah Indonesia dan sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah terletak pada posisi lebih dari
97° BT maka ditetapkanlah WIB = GMT + 7.
Untuk WITA dan WIT dapat dijelaskan dengan cara yang sama.
[Sekali lagi penentuan waktu BUKAN berdasar hour angle matahari
dan lokasi, tetapi lebih berdasarkan pada Local apparent solar time.
Adapun penggunaan hour angle adalah untuk menyederhanakan dan memudahkan
istilah. Hour angle HANYA mempengaruhi, bukan MENDASARI]. (s)